Oleh: A. AZIZ SANAPIAH
Pendahuluan
Pelayanan
merupakan tugas utama yang hakiki bagi aparatur pemerintah sebagai abdi
Negara dan abdi masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningatkan kualitas
pelayan masyarakat, maka perbaikan kinerja aparatur sangat penting.
Dalam kaitan ini, kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan masyarakat harus direncanakan secara transparan secara lebih
mengefektifkan tugas dan fungsi lembaga-lembaga pengawasan. Dengan
demikian mutu pelayanan diharapkan akan dapat mencapai tahapan “prima”
(kristiadi, 1999). Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
masyarakat, kantor Menko Wasbangpan telah mengeluarkan Surat Edaran
Nomor 56/1998 tentang Langkah nyata Perbaikan Pelayanan Masyarakat
Sesuai Aspirasi Reformasi.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan aparatur pemerintah akan semakin tinggi mengingat kasadaran
masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara semakin
berkembang. Masyarakat menuntut pelayanan yang cepat, tepat, adil,
transparan, efesien dan efektif.
Kata kunci untuk memenuhi harapan
tersebut adalah diperlukan perubahan cara pandangan dimana masyarakat
adalah pihak yang harus dilayani dan dipuaskan kebutuhannya, bukan
sebaliknya aparatur yang harus dilayani oleh masyarakat. Ini berarti
nilai-nilai lama yang dianut aparatur pemerintah harus dapat
ditransformasikan guna menuju manajemen pelayanan masyarakat yang mampu
menumbuhkan daya saing dan kreativitas masyarakat itu sendiri.
Dalam
tiga dekade yang lalu, kritik masyarakat terhadap kualitas pelayanan
aparatur sangat gencar, terutama dalam hal belum optimal fungsi
pemerintah sebagai pelayanan masyarakat. Studi yang dilakukan oleh
Perwakilan LAN Sulawesi Selatan (1997), menunjukkan pelayanan aparatur
kepada dunia usaha/ swasta hanya menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high
cost economy) terhadap setiap produk yang dihasilkan. Hal ini dapat
dilihat dari 4.396 jenis pungutan yang dilakukan aparat mulai dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Dari jumlah pungutan tersebut,
sekitar 27% dari total biaya produksi dialokasikan untuk memperoleh
pelayanan aparatur. Kondisi ini akan berakibat menurunkan daya saing
produk Indonesia terhadap produk Negara lainnya.
Untuk peningkatan
daya saing bangsa menuntut peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus dikelola secara
professional yakni menggunakan manajemen kualitas pelayanan agar layanan
masyarakat dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kebutuhan dan
kepuasan masyarakat yang dilayani.
Dimensi dan Lingkup Manajemen Pelayanan Masyarakat
Dalam praktek administrasi Negara di Indonesia dikenal dua dimensi
tugas pemerintahan, yaitu tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan.
Tugas umum pemerintahan inilah sebagai titik tolak manajemen pelayanan
masyarakat.
Kata “ manajemen pelayanan masyarakat” menurut Soejono
(1997) mempunyai lingkup : (1) Keseluruhan proses manajemen mulai dari
perencanaan sampai pengawasan ; (2) Keseluruhan fungsi manajemen
termasuk koordinasi; pengambilan keputusan orang lain sehingga orang
lain puas akan hasil pekerjaannya. Mengacu pada tugas umum pemerintahan,
maka sebenarnya fungsi-fungsi pemerintah dalam hal ini adalah :
(1)
pelayanan untuk masyarakat, (2) memberikan kemudahan untuk masyarakat
(3) memberikan izin kepada masyarakat, (4) membina, (5) membimbing
masyarakat, (6) pengawasan, (7) pengaturan dan,
(8) pengayoman dan perlindungan masyarakat.
Dengan
demikian, konsep pelayanan masyarakat memiliki dimensi dan ruang
lingkup yang sangat luas. Pengertian pelayanan masyarakat dalam arti
luas adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kepentingan
umum/masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menciptakan
efisiensi. efektivitas, keadilan sosial dan kesejahteraan. Sedangkan
dalam pengertian sem¬pit, pelayanan masyarakat adalah proses pelayanan
tatap muka yang dilakukan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat
berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan pengertian pelayanan masyarakat tersebut, ~maka lingkup pelayanan masya¬rakat meliputi:
1.
Suatu prosesperumusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan peiayanan
masyarakat berupa pengaturan, perizinan, pengawasan, pembinaan baik yang
dilakukan oleh peme¬rintah, BUMN, BUMO atau pun organisasi LSM karena
mendapat kewenangan dari pemerintah.
2. Pelayanan dalam arti proses
peiayanan yang berkaitan dengan tugas umum peme¬rintahan, termasuk tugas
pelayanan yang dilakukan oleh BUMN/BUMD dan kegiatan pelayanan
masyarakat yang diberikan wewenang oleh pemerintah kepada LSM.
Kebijaksanaan Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Masyarakat
Pemerintah menyadari akan tingginya tuntutan kualitas pelayanan yang
diharapkan oleh masyarakat. Diakui memang selama ini muncul banyak
keluhan dari masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan aparatur seperti
prosedur pelayanan yang berbelit-belit sebagai akibat birokrasi yang
kaku dan perilaku oknum aparatur yang kadangkala kurang bersahabat dalam
memberikan layanan. Fungsi pelayanan umum oleh aparatur belum
sepenuhnya mampu mene¬rapkan prinsip-prinsip pelayanan umum yang
menjamin kemudahan, kelancaran, transparansi. tepat waktu, keamanan,
kenyamanan dan menjamin adanya kepastian hukum. Oleh karena itu, dalam
upaya menerapkan prinsip-prinsip pelaya¬nan umum yang baik, kantor
MENPAN mengeluarkan Keputusan Nomor 81/1993 Tentang Pedoman Pelayanan
Umum. Sendi-sendi pelayanan umum yang berkualitas adalah:
1.
Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata eara pela¬yanan
diselenggarakan secara mudah, lancar. tidak berbelit- bel it, mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian dalam arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
(a)Prosedur/tatacara pelayana umum, (b) Persyaratan pela yanan umum,
(c) Unit kerja pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan umum(d) Rincian biaya, (e) jadwal waktu
penyelesaian pelayana umum, (f) Hak dan kewajiba dari pemberi maupul,
penerima pelayanan, dan (g) Pejabat yang menerimi' keluhan masyarakat.
3.
Keamanan dalam arti bahwa proses dan hasil pelayanan umum dapat
memberi keamanan dan kenyamanan sertl memberi kepastian hukum.
4.
Keterbukaan, dalam arti prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja,
pejabat penanggung jawab pemberian pelayanan umum. Waktu penyelesaian
dan rincian biaya wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami oleh masyarakat.
5. Efisien, dalam arti (a)
persya¬ratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang
diberikan, (b) dicegah adanya penguiangan pemenuhan kelengkapan
per¬syaratan;
6. Ekonomis, dalam arti penge¬naan biaya pelayanan
umum harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan; (a) nilai
barang atau jasa pelayanan umum dan tidak menuntut biaya yang iebih
tinggi di luar kewajaran, (b) kondisi atau kemampuan masyarakat untuk
membayar secara umum, (c) ketentuan peraturan perun¬dang-undangan yang
berlaku;
7. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan
pela¬yanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang
merata dan diperlakukan secara adil.
8. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kualitas
pelayanan masya¬rakat merupakan salah satu masalah yang mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya
Keputusan MENPAN 81/1993 yang dipertegas dalam INPRES 1/95, kemudian
disusul dengan surat Edaran MENKO-WASBANGPAN No. 56/MK.WASPAN/6/98 yang
isinya adalah:
1. Dalam waktu secepat-cepat¬nya mengambil
langkah¬langkah perbaikan mutu pela¬yanan masyarakat pada masing-masing
unit/kantor pelayanan termasuk BUMN/ BUMD.
2. Langkah-Iangkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat tersebut diupayakan dengan:
a.
Menerbitkan pedoman pela¬yanan yang antara lain me¬muat
persyaratan,prosedur, biaya/tarif pelayanan dan batas waktu penyelesaian
pelayanan. baik dalam ben¬tuk buku panduan/pengumuman, atau melalui
media informasi lainnya.
b.Menempatkan petugas yang bertanggung jawab
melaku¬kan pengecekan kelengkapan persyaratan permohonan un¬tuk
kepastian mengenai dite¬rima atau ditolaknya berkas permohonan tersebut
pada saat itu juga.
c. Menyelesaikan permohonan pelayanan sesuai
dengan batas waktu ditetapkan. dan apabila batas waktu yang telah
ditetapkan terlampaui, maka permohonan tersebut berarti disetujui.
d.
Melarang dan atau meng¬hap us biaya tambahan yang dititipkan pihak lain
dan meniadakan segala bentuk pungutan liar. di luar biaya jasa
pelayanan yang ditetapkan.
e. Sedapat mungkin menerap¬kan pola
pelayanan secara terpadu (satu pintu) bagi unit-unit kerja kantor
pela¬yanan yang terkait dalam memproses atau mengha¬silkan satu
pelayanan.
f. Melakukan penelitian seca¬ra berkala untuk mengetahui
kepuasan pelanggan masyarakat atas pelayanan yang diberikan. antara lain
dengan cara penyebaran kuesioner kepada pelang¬gan/masyarakat dan
hasilnya perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti.
g. Menata sistem dan prosedur pelayanan secara berkesinambungan sesuai dengan tuntutan dan perkem bangan dinamika masyarakat.
3.
Pernerintah membuka kesem patan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
baik langsung maupun melalui media massa untuk menyampaikan saran dan
atau pengaduan mengenai pelayanan masyarakat.
Asas-Asas Pelayanan Masyarakat
Sebagai
konsep dasar yang cukup penting dari sistem pelayanan yang selalu
memiliki asas-asas pelayanan langsung menyentuh pada kebutuhan
masyarakat. Menurut Kristiadi (1999). pelayanan masyarakat yang ideal,
paling tidak memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
1.
Pelayanan yang berorientasi pada pasar dimana permintaan lang¬ganan atau
masyarakat bersama¬ -sama dengan pelayanan yang dilakukan oleh pihak
lain.
2. Pelayanan yang semakin lama semakin meningkat sedangkan
permintaan masyarakat tidak boleh ditinggalkan. Apalagi manakala
birokrasi telah memacunya untuk meningkatkan permintaannya, maka
pelayanan yang diterapkan tidak boleh mundur.
3. Pelayanan harus
dievaluasL tidak saja keberhasilannya akan tetapi juga kegagalan dari
pelaksanaan sistem pelayanan yang diterap¬kan. Hasil dari pelaksanaan
suatu pelayanan harus dapat diukur dan kalau gagal dapat dipelajari
letak kesalahannya serta menjadi suatu pertimbangan di masa datang agar
supaya kegagalan tidak terulang kembali. Demikian pula keberhasilan
yang diraih harus secara optimal diinformasikan kepada masyarakat
sehingga mendapat dukungan yang lebih luas dari masyarakat itu sendiri.
4.
Pelayanan yang kurang mem¬perhatikan kedudukan konsu¬men/pengguna jasa
layanan yang seharusnya ditempatkan pada tempat yang strategis
ditengah-tengahsuatu sistem kegiatan pelayanan. Dalam hal ini, pelayanan
yang memiliki karakteristik tidak berhadapan langsung dengan kebutuhan
masyarakat agar ditempatkan ditengah suatu sistem pelayanan, dan bukan
justru di barisan paling depan.
5. Pelayanan yang kurang
memperhatikan hirarki nilai kepuasan masyarakat sehingga nilainya
berbeda. Karena bagaimanapun kepuasan masya¬rakat sebenarnya memiliki
hirarki nilai kepuasan mulai pada nilai tingkat dasar, nilai yang
diharapkan, nilai yang dicita¬ - citakan dan nilai kepuasan yang tidak
terduga.
Orientasi Manajemen Pelayanan Masyarakat
Peningkatan
kualitas pela¬yanan kepada masyarakat seperii yang terdapat dalam
agenda Reinventing Government adalah pengembangan organisasi yang
bermuara pada terwujudnya a smaller, better, faster and cheaper
government, (Osborne & Gaebler, 1993). Agenda kita yang pertama
dalam meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat adalah merubah
kecenderungan orientasi pelayanan aparatur selama ini, yaitu membalikkan
mental model birokrat dari keadaan lebih suka dilayani menuju pada
lebih suka melayani Semula menempatkan pemimpin puncak birokrasi berada
pada piramida tertinggi dengan warga negara (customer) berada pada
posisi terbawah. Orientasi ini menjadikan pemimpin birokrasi sebagai
"raja" yang harus dilayani oleh masyarakatnya. Hal itu tidak sesuai
dengan prinsip yang menjadikan masyarakat/pelanggan sebagai orang yang
dilayani.
Kecenderungan orientasi yang demikian itu harus berubah
dengan menempatkan warga negara (customer) berada pada puncak piramida
dengan pemimpin birokrasi pada posisi paling bawah. Ini berarti bahwa
segala proses manajemen pelayanan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah mempunyai sasaran untuk memuaskan pelanggan/masyarakat yang
dilayani. Setiap tingkatan dalam organisasi birokrasi harus berupaya
secara sistematis untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang
dilayaninya.
Orientasi baru pelayanan I masyarakat harus dapat
menjadikan masyarakat/pelanggan berada di atas "kursi roda", karena pada
hakekatnya setiap organisasi baik publik, privat maupun non provit
sadar betul yang menyebabkan ia ada karena dibutuhkan oleh pelanggan/
masya¬rakatnya. Jika tidak lagi diperlukan oleh pelanggan/ masyarakat
maka organisasi itu tidak perlu ada. Oleh karena itu, sektor publik
harus berupaya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan/masyarakat yang
dilayaninya. Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan adalah
mengacu pada; (1) keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan
produk, baik langsung maupun keistimewaan atraktif (mempunyai daya
tarik; (bersifat menyenangkan) yang dapat memenuhi keinginan pelanggan
dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk,
(2) kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan (Gaspersz, 1997:4).
Acuan kualitas pelayanan nasyarakat
seperti yang diuraikan diatas menunjukkan bahwa kualitas ;eialu berfokus
pada kepentingan tepuasan pelanggan (customer vcused quality). Menurut
Gaspersz (1997) produk-produk didesain, diproduksi, adalah untuk
memenuhi keinginan pelanggan. Oleh karena itu ukuran kualitas pelayanan
masyarakat mengacu pada segala sesuatu yang menentukan kepuasan
pelanggan. Suatu produk barang/jasa yang dihasilkan baru dapat dikatakan
berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat
dimanfaatkan dengan baik, serta dapat diproduksi dengan cara yang baik
dan benar.
Perilaku Melayani
Faktor
determinan utama dalam pelayanan masyarakat adalah unsur manusia
yaitu aparatur yang melayani. Oleh karena itu, setiap aparatur
senantiasa dituntut untuk memiliki sikap dan prilaku melayani dengan
berorientasi kepada terciptanya kepuasan pelanggan/masyarakat. Hal-hal
dasar yang perlu dipahami dalam meningkatkan kepuasan pelanggan adalah :
1. Memahami hakekat kepuasan total pelanggan/masyarakat yang dilayani.
2. Menjadikan kualitas sebagai tujuan utama dalam pelayanan
3. Membangun kualitas layanan, dalam sebuah proses yang tidak sekali jadi
4. Menerapkan filasofi, berbicara berdasarkan fakta.
5. Menjalin kemitraan baik internal maupun eksternal.
Aparatur
pemerintah yang mendapat kepercayaan untuk melayani masyarakat perlu
menyadari diri bahwa pada dirinya dituntut untuk memahami sosak
birokrat/aparat pelayan yang dapat memberikan pelayanan prima sebagai
berikut :
1. Sensitif dan responsif terhadap peluang dan tantangan yang dihadapi.
2. Dapat mengembangkan fungsi instrumental dengan melakukan terobosan melalui pemikiran yang inovatif dan kreatif.
3. Berwawasan futuris dan sistematis sehingga resiko yang bakal timbul akan diminimalisir.
4. Berkemampuan dalam mengoptimalkan sumber daya yang potensial
Variabel-variabel
pelayanan masyarakat seperti disebutkan dapat diimplementasika apabila
aparat pelayanan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan
utama. Untuk menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama maka
pelayanan harus dilakukan sepenuh hati. Menurut Patricia Patton (1988)
ada lima komponen layanan sepenuh hati :
1. Memahami emosi-emosi kita
2. Kompetensi, yakni kemampuan kita secara propfesional memberikan pelayanan
3.
Mengelola emosi, yakni berkaitan dengan keterampilan kita mampu
menjadikan diri sendiri, tetapi pada saat yang bersamaan juga mampu
mengontrol diri sendiri.
4. Bersifat kreatif dan memotivasi diri untuk maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan pelanggan.
5. Menyelaraskan emosi-emosi orang lain
Sistem Pelayanan yang Berfokus pada Pelanggan
Penerapan
manajemen kualitas pelayanan yang berfokus pada pelanggan dapat
berhasil apabila sejak lebih awal dipahami hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam memberikan layanan. Salah satu hambatan selama ini yang
dihadapi adalah kurangnya kepedulian aparatur dalam menerapkan sistem
kualitas pelayanan yang berfokus pada pelanggan. Hasil studi yang
dilakukan oleh Master (Gaspersz, 1997:265) menunjukkan bahwa
hambatan-hambatan dalam pengembangan sistem manajemen kualitas pelayanan
untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Ketiadaan komitmen dari manajemen.
2. Ketiadaan pengetahuan atau urang paham tentang manajemen kualitas pelayanan.
3. Ketidakmampuan merubah kultur
4. Ketidaktepatan perencanaan kualitas pelayanan
5. Kurangnya pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
6. Ketidakmampuan menbangun suatu learning orgamization yang memberikan perbaikan terus menerus
7. Ketidakcocokan struktur organisasi serta departemen individu yang terisolasi
8. Ketidakcakupan sumber daya
9. Ketidaktepatan system penghargaan dan balas jasa bagi karyawan
10.Ketidaktepatan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas pelayanan ke dalam organisasi,
ketidakefektifan teknik-teknik pengukuran dan ketiadaan akses ke data dan hasil-hasil
11. Berfokus jangka pendek
12. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan internal dan eksternal
13. Ketidakcocokan kondisi untuk implementasi manajemen kualitas pelayanan.
14. Ketidaktepatan menggunakan pemberdayaan (empower) dan kerjasama (teamwork).
Kesadaran
dan pemahaman aparatur yang mendalam terhadap permasalahan kualitas
pelayanan masyarakat sangat menentukan kinerja pelayanan yang berfokus
pada pelanggan. Seiring hal tersebut untuk memperbaiki kualitas
pelayanan masyarakat, sangat penting untuk dipahami dimensi¬dimensi yang
harus diutamakan dalam peningkatan kualitas pelayanan. Gapersz (1997)
mengidentifikasi dimensi-dimensi pelayanan masyarakat yang berfokus pada
pelanggan, adalah :
1. Ketapatan waktu pelayanan, yaitu berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
2. Akurasi pelayanan. berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan¬-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dan pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan, yaitu dalam ketersediaan sarana dan prasarana serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan.
7. Variasi model pelayanan berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru pelayanan.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas pelayanan.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
10. Atribut pendukung pelayanar lainnya. seperti lingkungan kebersihan. ruang tunggu fasilitas musik, AC dan lain sebagainya.
Kepuasan
pelanggan/masyarakat hanya dapat diwujudkan apabila aparatur pemerintah
memiliki kompetensi, tanggungjawab dan kepedulian yang tinggi untuk all
out memberikan segalanya kepada masyarakat yang dilayani, sebab hanya
dengan begitu kinerja aparatur kedepan akan dapat ditingkatkan. Oleh
karena itu, dimensi-dimensi kualitas pelayanan seperti yang diuraikan di
atas sangat penting untuk diperhatikan.
Kepuasan Masyarakat yang Dilayani
Kepuasan
pelanggan (ma¬syarakat) merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam
pelayanan masyarakat. Kepuasan pelanggan dapat tercapai apabila
kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat dipenuhi. Karena itu,
Tjiptono (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga tingkatan harapan
pelanggan mengenai kualitas pelayanan, yaitu :
1. Harapan pelanggan
yang paling sederhana dan berbentuk asumsi must have, atau take If for
granted Misalnya, saya berharap perusahaan penerbangan mener¬bangkan
saya sampai tu.iuan dengan selamat.
2. Tingkatan kedua, kepuasan
pelanggan dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan atau spesifikasi.
Misalnya, saya berharap dilayani dengan ramah oleh pegawai perusahaan
penerbangan.
3. Tingkatan ketiga, pelanggan menuntut suatu kesenangan
(de/ightfu//ness) atau jasa yang begitu bagusnya sehingga membuat saya
tertarik. Misal¬nya, perusahaan penerbangan itu memberi semua penumpang
rnakanan yang sarna dengan yang khusus diberikan kepada penumpang kelas
satu.
Pelayanan masyarakat yang berfokus pada pelanggan adalah
menempatkan masyarakat di atas "kursi roda" yang harus didenqar
keinginan, harapan, kebutuhan dan keluhan-keluhannya. Aparatur harus
menggunakan segala kemampuan, dan semua indera yang dimilikinya untuk
memuaskan pelanggan/masyarakat yang dilayani. Macaulay dan Cook (1997)
menanggapi keluhan pelanggan dengan menyatakan bahwa pelanggan yang
bersusah payah untuk mengajukan keluhan kesuatu organisasi mengharapkan:
1. Ada seseorang yang mende¬ngarkan keluhan itu dan membe¬rikan pemecahannya.
2.
Bila hanya berhadapan dengan satu atau dua orang, janganlah mengalihkan
mereka dari satu orang ke orang lain atau dari satu unit ke unit lain.
3.
Solusi yang cepat dalam menyelesaikan keluhan pelang¬gan tersebut
jangan membiarkan keluhan itu terpecahkan sendiri yang hanya menimbulkan
ketidakpuasan pelanggan.
Pelayanan masyarakat yang berfokus
pelanggan tetap menem¬patkan aparatur pelayan sebagai peran sentral
dalam memuaskan kebutuhan pelanggan/masyarakat. Oleh karena itu, mental
model aparatur pemerintah selama ini yang cenderung dilayani harus
diubah ke mental model aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat.
Dengan begitu anekdot masyarakat selama ini dapat dihilangkan yang
menyatakan; " Bila ada pilihan lain untuk memperoleh KTP selain dari
Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan, maka saya akan memilih ke
Supermaket, karena! pelayanan di Supermaket pegawainya ramah, selalu
senyml menanyakan apa yang dapat dibantu. Sebaliknya kalau warga
masyarakat ke Kantor Kelurahan/ Kantor Kecamatan sang paradoksal dengan
apa yang tejadii di Supermaket':
Komentar dari Aparatur kita; jika
dapat dipersusah mengapa harus dipermudah pelayanannya Sebaliknya, yang
menjadi harapan masyarakat aparatur pemerintah akan berkata Jik dapat
dipermudah pelayanannya, mengapa hams dipersusah"
Penutup
Pelayanan
masyarakat merupakan tugas utama yang harus dilakukan oleh aparatur
pemerintah. Oleh karena itu, kinerja aparat pemerintah harus diukur
berdasarkan kualitas pelayanan masyarakat yang diberikan terutama
berkaitan, dengan adanya kepastian hokum, ketepatan, cepat waktu,
keadilan transparansi, keamanan dan sejumlah indikator kepuasan lainnya.
Untuk menciptakan kualitas pelayanan yang berfokus kepada
pelanggan/masyarakat maka penge¬lolaan pelayanan masyarakat harus
ditangani secara profesional, yakni menggunakan manajemen kualitas
pelayanan yang mendepankan kepuasan masyarakat yang dilayani di atas
segala-galanya. Untuk mencapai hal itu, diperlukan perubahan sikap
mental aparat yang lebih suka dilayani menuju pada mental aparat yang
lebih suka melayani masyarakat. Seiring perubahan mental tersebut.
pengembangan manajemen kuali¬tas pelayanan berkaitan dengan
prinsip-prinsip, azas-azas, strategi, dan evaluasi pengukuran kinerja
pelayanan akan cenderung diper¬baharui sesuai dengan tuntutan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan aparatur.
_______________________________________________________________________________
Sumber: http://artikeldanopini.blogspot.com
_______________________________________________________________________________
Sumber: http://artikeldanopini.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar